Selasa, 25 September 2012

Mengapa harus mempelajari Ilmu sejarah?


Arti Pentingnya Mempelajari Sejarah


Sejarah adalah sebuah kejadian masa lampau yang sudah pasti terjadinya, dimana tidak semua kejadian bisa dikatakan sebagai sejarah. Hanya kejadian yang dianggap pentinglah yang bisa diangkat menjadi suatu sejarah. Sepertihalnya ketika kita memulai kegiatan di hari ini. Sudah barang pasti hanya kejadian yang kita anggap penting saja yang kita ingat dan tidak mungkin pulalah seluruh kejadian yang kita lakukan dari bangun tidur sampai kembali tidur lagi dapat kita ingat semuanya.
Begitu pulalah sejarah Nusantara, hanya kejadian yang dianggap penting dan berskala nasionallah yang mungkin pantas diangkat sebagai suatu cerita sejarah, misalnya saja Sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia, detik-detik Proklamasi, Pemberontakan G30S/PKI, DI/TII, PERMESTA serta peristiwa politik pada masa orde lama sampai pada masa saat ini yang dirasa berskala Naional lainnya.
Sebenarnya fungsi dari mempelajari sejarah adalah agar kita bisa menjadi orang yang arif, adil dan bijaksana. Hal ini karena didalam menginterpretasikan suatu kejadian sejarah perlu adanya bukti-bukti yang menunjukkan kejadian itu memang benar terjadinya. Bukti-bukti serjarah dapat dibagi menjadi:
  1. Bukti Visual : Berupa benda-benda non tulisan yang ada kaitannya dengan suatu kejadian yang bersangkutan. Contoh: Patung, keris, candi dsb,
  2. Bukti Lisan : Berupa pendapat dari saksi, pelaku serta pengamat suatu peristiwa sejarah.
  3. Bukti Tertulis : Berupa tulisan yang menunjukkan cerita mengenai suatu peridtiwa sejarah, biasanya bukti ini berbentuk prasasti (pada masa Hinduisme).
Cerita sejarah disusun bersasarkan sumber-sumber  data dan fakta yang ada. Dimana semakin kuat sumber dan faktanya, maka semakin valid pula cerita sejarahnya. Diantara ketiga sumber sejarah diatas masing-masing sumber memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, namun sumber lisanlah yang paling rawan keshahihannya, hal ini karena sumber lisan berasal dari tradisi lisan(berita dari mulut ke mulut) serta segi lisan yaitu dari si pelaku sejarah itu sendiri, saksi mata serta pejabat yang membuat keputusan, yang mana berita dari sumber lisan ini sangat rawan akan rasa personal bias (berat sebelah pribadi), prasangka group produce (in group dan out group), serta perbedaan pandangan filsafat yang memungkinkan penafsiran yang berbeda didalam satu peristiwa sejarah. Misalnya saja peristiwa Perang Diponegoro, dimana bagi pihak Belanda Diponegoro dianggap sebagai musuh, sedang bagi rakyat jelata dianggap sebagai sang pahlawan serta bagi kaum santri Diponegoro dianggap sebagai seorang yang agamis.
Sehingga agar penafsiran sejarah sesuai dengan kejadian yang sebenarnya maka sejarawan yang baik adalah sejarawan yang bisa menjelaskan kejaidian sejarah sesuai dengan bukti-bukti yang ada, tanpa harus menambah-nambahi dengan tujuan agar sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Maka dari itu belajar sejarah berarti sama halnya melatih diri kita untuk jujur dan tidak memihak serta sesuai dengan apa adanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar